Cara Mengobati Penyakit Kulit Psoriasis Vulgaris - TIDAK seperti teman-teman sebayanya, Andi lebih suka berada di pelukan ibunya ketimbang bermain-main dengan teman sekolahnya. Badannya terlihat lemas. Pakaian yang dikenakannya nyaris menutup rapat seluruh tubuhnya. Mulai dari kemeja lengan panjang, celana panjang, hingga kaus kaki tebal.
Beberapa kali tangan mungilnya menggaruk-garuk lutut atau sikunya. Bocah itu tampak kesal dengan rasa gatal di sejumlah bagian tubuhnya. Andi memang sedang kambuh penyakitnya. Bukan kelainan jantung atau pun sakit panas seperti umumnya anak-anak, bocah itu mengalami sakit kulit yang aneh.
"Kata dokter, penyakit Andi itu namanya psoriasis. Andi mengalaminya sejak berusia lima tahun. Penyakit ini bisa datang, hilang, dan kambuh lagi suatu ketika. Dan, seperti sekarang, penyakit itu mulai bereaksi lagi," jelas sang ayah sambil membuka kemeja Andi dan menunjukkan kulit anaknya yang berwarna kemerahan di sekitar lutut, bokong, lengan, dan perutnya.
Ayah dan ibu Andi mengaku sudah putus asa untuk bisa menyembuhkan penyakit kulit anak tercinta mereka itu. "Saya tetap berharap ada obat kedokteran yang dapat menyembuhkan penyakit anak saya. Meski beberapa dokter kulit yang sudah saya kunjungi mengatakan bahwa psoriasis hingga sekarang belum ada obatnya," ujarnya.
|
Gambar Cara Mengobati Penyakit Kulit Psoriasis Vulgaris |
Sementara itu, dr Retno Iswari Tranggono SpKK, seorang dokter spesialis kulit dan ahli teknologi kosmetika dari Ristra juga mengakui sampai kini memang belum ada dokter dan penelitian yang dapat menjawab penyebab penyakit kulit ini. "Vaksin dan obat untuk menyembuhkan dan mencegah penyakit kulit ini memang belum ditemukan. Dalam kepustakaan, banyak cara pengobatannya, dan sebagian besar bersifat empirik," jelasnya.
Menyerang kulit putih
Walau demikian, Retno mengingatkan bahwa penyakit kulit tersebut dapat menyerang siapa saja. Baik perempuan, laki-laki, anak-anak, orang tua, dengan tidak memandang status sosial dan lingkungan.
Hal penting lain menurut Retno, penyakit ini lebih rentan menyerang orang-orang berkulit putih dibanding mereka yang berkulit berwarna. Maka tidak heran bila penderita psoriasis itu terbanyak di negara-negara Eropa, yakni dialami oleh sekitar 3-6% penduduknya. Sedangkan di benua Amerika, tercatat ada sekitar 1-6% penduduk menderita penyakit kulit bersisik tersebut, dan di Jepang sekitar 0,6%.
Namun, bukan berarti penduduk Indonesia yang mayoritas berkulit cokelat dan berwarna itu tidak bisa terjangkit penyakit kulit jenis ini. Seperti Andi, ada sejumlah orang Indonesia yang juga mengalami jenis penyakit kulit tersebut. "Penderita psoriasis di Indonesia cukup banyak juga, baik mereka yang menderita psoriasis ringan sampai yang berat. Hanya saja, tidak ada data akurat berkaitan dengan penderita psoriasis di sini," ujar Retno.
Dia menjelaskan, psoriasis merupakan kelompok penyakit kulit autoimun yang ditandai dengan bercak-bercak kemerahan berbatas tegas yang disertai dengan skuama atau sisik-sisik kulit berwarna tebal keperakan dan berlapis-lapis.
Gejala klinis yang terjadi, yakni munculnya rasa gatal dan kulit berwarna kemerahan. Kondisi yang demikian, jelas Retno, umumnya terjadi pada bagian kulit di sekitar lutut, kulit kepala, siku, dan pantat (lumbosakral).
Secara bertahap, gejala yang dihadapi penderita psoriasis adalah kondisi kulitnya yang berubah menjadi bercak-bercak kemerahan yang meninggi (plak) dan berbatas tegas, merata, ditambah lagi dengan sisik-sisik kulit yang berlapis-lapis di permukaan atasnya dengan warna putih transparan.
Pada saat digaruk atau tergores, kulit si penderita berubah warna menjadi putih dan mirip lilin. Dalam istilah kedokteran, Retno menjelaskan kondisi tersebut dengan istilah fenomena auspit atau 'tetesan lilin'.
Seperti halnya yang dialami Andi, penyakit kulit ini bersifat residif (kambuhan) dan kronis atau menahun. "Kekambuhannya bisa dipengaruhi oleh faktor psikis (kejiwaan) dan kondisi cuaca," papar Retno.
Dan, seperti diungkapkan sebelumnya, Retno sekali lagi mengingatkan belum ada vaksin dan obat kedokteran yang dapat menyembuhkan psoriasis. Hal ini karena menurutnya jenis penyakit tersebut yang bersifat otoimun. Dalam arti, penyakit yang tidak mudah sembuh.
"Penyakit kulit yang satu ini memang penyakit yang mudah meluas dan bisa menjadi kronis (berat). Walau demikian, penyakit kulit ini bukan penyebab kematian," tegasnya.
Berkaitan dengan hal itu, Retno menyarankan agar penderita psoriasis menjalani terapi atau pengobatan yang bersifat topikal. Pengobatan ini sebagai pilihan utama untuk mengurangi gejala yang timbul akibat penyakit tersebut. Namun, bila hasilnya tidak memuaskan, Retno menyarankan agar si penderita dapat memilih cara pengobatan sistemik.
Cara pengobatan yang terakhir itu bisa berupa preparat kortikosteroid (misalnya presdnison, mengonsumsi obat-obatan sitostatika (obat antikanker), atau mengonsumsi levodopa (obat untuk parkinson), dan sebagainya. "Tapi perlu diingat, pengobatan cara ini punya efek samping yang lebih banyak buat si penderita. Itu karena obat-obatan yang dikonsumsi itu tergolong obat-obatan 'berat'," ungkap Retno.
Selain itu, tambahan vitamin melalui food suplement juga perlu. Terutama vitamin yang mengandung antioksidan pada vitamin C, E, selenium, dan beta karoten. Dan, penderita juga dapat menambahnya dengan food suplement yang mengandung evening primrose oil, coenzym Q-10, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki kondisi kulit yang kurang baik (untuk penderita wanita dewasa) akibat penyakit tersebut, Retno menyarankan agar memperhatikan jenis kosmetika yang dipakai sehari-hari. Kosmetika yang baik dan aman buat penderita psoriasis adalah jenis kosmetika yang mengandung butiran-butiran scrub untuk sabun. Hal ini berfungsi agar sisik-sisik kulit secara berangsur dapat terkikis dan dibuang.
Pelembab wajah dan kulit juga dibutuhkan, khususnya pelembab kulit yang mengandung liposome dan antioksidan. Hal ini berguna untuk mengembalikan kelembaban dan kondisi kulit menjadi normal.
Bukan hanya fisik, Retno juga mengingatkan agar penderita psoriasis hendaknya melakukan psikoterapi. Hal ini guna menstabilkan si penderita secara kejiwaan akibat stres menghadapi penyakit menahun tersebut.